Tak
terasa matahari sudah berada di atas kepala. Masih berada ditengah hiruk pikuk suasana
pendaftaran. Entah berapa ratus atau bahkan ribu jiwa yang ada di aula ini. Terlihat
para orang tua sibuk mengarahkan buah hati mereka. Para ABG itu menenteng map
yang berisikan beberapa lembar kertas di dalamnya. Ada yang terlihat santai,
tegang, atau bahkan berlarian kesana-kemari. Sementara aku hanya duduk
bersandar di tembok sembari menunggu antrean untuk menjalani tes kesehatan. Satu
jam berlalu akhirnya aku diperbolehkan keluar dari ruang kesehatan. Tepat di
depan pintu aku berpapasan dengan perempuan yang menyelonong masuk, ia
melihatku dengan tatapan sinis. Ditambah dengan garis hitam dibawah matanya,
seakan menambah seram kesan pertama kubertemu dengannya. Garis itu, aku biasa melihatnya.
Tapi entah dimana, aku masih mencoba untuk mengingatnya. Ah aku baru ingat, rupanya
dia menggunakan celak, hiasan wajah yang biasa digunakan oleh suku madura. Aku hampir
lupa bahwa tetanggaku juga pernah berdandan seperti itu saat mereka
menghadiri acara resmi. Belum sempat
kumenjauh dari antrean, terdengar panitia berteriak “Shatila.. Shatila..
Shatila belum tanda tangan kok langsung masuk”. Ooh ternyata itu namanya, sepertinya
dia anak yang ceroboh, gumamku dalam hati.
Adzan
ashar telah berkumandang. Tak terasa sudah 8 jam aku berada di tempat ini.
Hanya untuk mendapatkan kartu tanda mahasiswa dan menunggu hasil tes kesehatan.
Sorot mataku terus memandangi ibu-ibu paruh baya yang daritadi membolak-balikan
kertas sembari memanggil nama para calon mahasiswa baru. Layaknya para
kontestan yang menunggu pengumuman hasil audisi, kami bersabar menunggu di
ruang yang pengap ini. Tak berselang lama, akhirnya wanita itu memanggil
namaku. Aku segera berjalan dengan langkah canggung karena banyaknya orang yang
memandangiku. Lalu ibu itu berkata, “mas, ini hasil tes kesehatannya masih
belum, pegawainya masih mau sholat ashar, sementara sampean saya kasih kartunya
saja ya, sampean bisa langsung pulang karena berkas kesehatannya akan kami
kirim ke jurusan sampean ”. Tanpa bertanya lagi aku hanya mengangguk dan
menerima kartu itu. Lega rasanya akhirnya aku bisa segera kembali ke rumah. Setelah
keluar dari gedung itu aku berjalan menuju parkiran sambil terus memandangi
kartu kramat itu, ingin rasanya segera kembali ke rumah untuk menunjukannya ke
kedua orang tuaku. Tertulis nama Hilman Adzim Ekram dan nomor induk 1412100055.
Bersambung...
keren mas...
BalasHapusterima kasih mbak maul :)
Hapusmaaf untuk lanjutannya masih belum saya ketik di blog hehe